Nusantarachannel.co, Makassar – Dalam Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers disebutkan bahwa wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Kegiatan jurnalistik yang dimaksud ialah mencari, memperoleh, mengolah, serta menyampaikan informasi atau berita kepada publik.
Dalam tugas-tugas jurnalistiknya, wartawan diwajibkan mengedepankan empat fakta, yaitu fakta empirik, fakta publik, fakta psikologis serta fakta opini.
Adapun fakta opini ini, harus juga berdasarkan pada mandatori atau keahlian seseorang berupa gelar akademik atau semacamnya dan berdasarkan pengalaman.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Pusdiklat JOIN Nasional Zulkarnain Hamson, S.Sos., M.Si pada acara Literasi media, Diskusi Media Media Diskusi, Sabtu 13 Agustus 2022 di Kafe Baca Jalan Adhyaksa nomor 2 Makassar.
Zul yang telah berkecimpung selama 27 tahun di dunia media sebelum akhirnya menjadi tenaga pengajar di salah satu universitas swasta di Makassar ini, juga membeberkan terkait wartawan merupakan jembatan pengetahuan bagi masyarakat.
“Seperti diutarakan oleh Bapak Sulwan Dase Dosen dari Politeknik Negeri Ujung Pandang tadi, dimana beliau menyampaikan bahwa wartawan itu mengajar di ruang publik dan para dosen mengajar di ruang kelas itu sangat tepat dan sejalan dengan pemahaman saya. Olehnya itu wartawan wajib dituntut memiliki knowledge terkait penulisan berita,” ucapnya.
“Keahlian menulis adalah syarat mendasar bagi seorang komunikator sains. Lebih tepatnya, kemampuan mengkomunikasikan kompleksitas sains ke dalam bahasa yang mudah dimengerti dan menarik bagi masyarakat luas,” ujar Zulkarnain Hamson, mengutip Neil de Grasse Tyson, seorang Ilmuwan Astrofisika dan Komunikator Sains Amerika Serikat.
“Saya kira hal yang sama dikatakan Rahadian Rundjan, yang menyebutkan dalam tulisannya; Komunikasi sains, sebuah ranah ilmu dan praktik yang rasanya masih merupakan barang asing di Indonesia,” ujarnya.
Sembari menambahkan apakah wartawan dan medianya menyadari fungsi penting mereka sebagai komunikasi sains.
Sederhananya, lanjut Zul, ia adalah ilmu mengkomunikasikan topik-topik sains dari ilmuwan hasil-hasil penelitian kepada sesama ilmuwan, dan juga publik.
Harapan kalangan akademisi agar jurnalis cerdas dan profesional salah satu solusinya adalah ‘Science Communication’ yang baik cukup mendesak untuk dikembangkan. Dalam praktik dilakukan melalui pelatihan jurnalistik, yang tematik di internal perusahaan media juga organisasi wartawan.
“Tentu disertai pemetaan kebijakan publik dengan sains sebagai elemen utamanya. Serta yang tak kalah penting, keberadaan komunikator sains selaku penyebar informasi sains dengan gaya populer dari ilmuwan kepada kalangan publik,” bebernya.
“Jadi bukan Gambang (Sombong,-Makassar- red), Boss, jika dikatakan Wartawan itu Jembatan Pengetahuan Masyarakat,” pungkas Zulkarnain Hamson.
Baca juga : Kompetensi “Dihabisi” Dalam Diskusi Media
Discussion about this post