KEHORMATAN DAN RERUNTUHAN
Oleh : Aspar Paturusi
Bangunan megah, 64 tahun lalu kini tinggal reruntuhant anpa nama dan kehormatan
Detik bersejarah, kisah cemerlang
semuanya telah hilang
Di tribun kehormatan, 1957, tegak sang proklamator
Bung Karno yang bersuara lantang
meresmikan pon keempat
Aku pun, usia 14, turut bersorak
gegap gempita tepuk tangan
Cukup sudah, stadion Mattoanging milik sulawesi selatan
telah lewat bakti panjang
kebanggaan tinggal kenangan
kemana ukiran nama prajurit pejuang, andi mattalatta
yang merintis hingga resmi peletakan batu pertama
Kini kehormatan pun dipertaruhkan
di atas reruntuhan harus tegak lagi bangunan
Untuk mengusung peristiwa penting
olah raga dan kegiatan warga
pada pembukaan musabaqah al qur’an pertama
Aku membaca puisi, 1969, pengantar acara
baru lewat RRI siaran langsungnya
Apakah reruntuhan itu mampu memanggil pejabat berwenang
tidak hanya berdiri di kejauhan
tetapi segera keliling di seputar reruntuhan
Tak cuma janji, tetapi mereka ayunkan tangan
Siap melenyapkan reruntuhan
lalu memancang beton bangunan
Wajah dan siri’ sulawesi selatan harus kukuh terpancang
harus terpahat satunya kata dan perbuatan
*taro ada taro gau*
Hai reruntuhan, bangkit
Jangan bikin malu
Masa Sulsel tidak bisa punya stadion:
Megah dan bergengsi !
*Jakarta, 4 April 2022*
Discussion about this post